2
Angkot menuju kota ini berjalan pelan banget! Hatiku udah kesel banget ama sopir angkotnya.
Pelajaran pertama !, kalo berangkat sekolah, cari angkot yang penuh supaya cepet nyampe.
Aku ngeliat jam tanganku, 6.15. lima belas menit lagi aku harus sudah sampai ke sekolah. Aku mulai tidak nyaman di angkot, lebih – lebih aku merasa malu memakai celana pendek SMP. Aku bertubuh tinggi, diatas rata – rata anak seusiaku, jadi celana SMP ini membuat bagian pahaku agak sedikit kelihatan. Oleh karena itu aku memilih duduk paling belakang.
Aku teringat cerita Maman, putera Bu Marni tetanggaku yang sekarang kuliah di IKIP Bandung. Maman cerita kalau kakak angkatannya di SMA 1 Cirebon pernah ada yang dikirim ke olimpiade fisika Internasional di Italia. Aku sangat antusias sekali mendengarnya. Ke luar negeri, ikut lomba, apa ga hebat tuh!
Kini aku sekolah di sekolah yang sama, dengan bekal prestasi yang bagus lagi. Diriku adalah pemegang NEM tertinggi yang masuk ke sana! Aku juga agak sedikit kaget ketika menyadari bahwa aku bisa meraih prestasi tersebut. Prestasi belajarku biasa – biasa saja, kelas 1 aku tidak beranjak dari ranking 5. kelas dua posisiku tidak berubah banyak, ranking 4. Kelas 3 adalah titik balik seorang fathi, di caturwulan pertama aku berhasil meraih ranking 3, cawu 2 ranking 2, dan cawu 3 ranking 1 plus NEM tertinggi. Sempat ada isu bahwa orangtuaku menyogok supaya aku dapet prestasi itu. Isu itu keterlaluan! Sebab mereka tidak tahu perjuanganku. Aku tahu dulu matematika adalah hantu bagiku, nilai raporku untuk matematika berkisar antara 7 dan 6. aku tahu ini kelemahanku, sehingga sebelum pra-Ebtanas, aku pernah satu hari penuh belajar matematika ! sampai – sampai karena buku yang aku pakai memakai kurikulum lama, bab yang sudah dipindah ke SMA turut aku pelajari juga! Bukan karena aku rajin, tapi memang aku tidak tahu selama kelas 1 dan 2 aku telah belajar apa saja !
Aku harus ikut olimpiade fisika juga!
Angkot yang aku tumpangi berhenti di depan sebuah gang. Seorang anak laki – laki berseragam SMP dan berambut cepak masuk dan duduk persis disampingku.
Angkot kembali berjalan.
Aku pikir anak ini bakal masuk SMA juga.
“mmm, mau MOS ya?” tanyaku
“iya,..”,
“dimana.?”,
“SMA 1 “,
“wah sama kita, kenalan dong. Namaku Fathi, Muhammad Fathi Firmansyah”,
“aku Bayu, Bayu adi prasetya, “,
“diterima di kelas mana? Kalo aku di kelas 1.1”,
“aku di kelas 1.3, ga jauh – jauh amat kan?”, bayu nyengir, lesung pipitnya menyajikan ekspresi ramah sang pemiliknya
pembicaraan kami berdua pun mengalir. Bayu barangkali adalah orang yang pertama kali aku kenal selain teman satu sekolahku dulu di SMP
angkot akhirnya sampai di Jalan Kartini, tinggal belok sedikit di ruas jalan Dr Wahidin, dan SMA 1 Cirebon sudah deket.
Sosok bangunan putih kecoklatan menjulang. Tingginya 2 lantai. Anak – anak baru terlihat berlarian. Anak – anak cewek rame banget dandanannya, kepang 3 diikat dengan pita warna warni. Yang cowoknya dandanannya cepak abis.
6.25, waduh, lima menit lagi harus udah ada di dalem sekolah nih!
“Bay, lari yuk..”,
“hayo deh, buruan”,
kamu berdua lari – lari kecil, tampak dari jauh udah ada panitia yang melihat kami
“hei buruan, baru masuk udah telat. Bisa disiplin ga sih!”,
satu persatu tampang – tampang galak kulewati. Sosok berkacamata dengan belahan rambut belah tengah yang amat rapi. Sosok lelaki gemuk tinggi. Sosok laki – laki yang pasang tampang sangar, agak gemuk, item, berkacamata. Aku ga peduli, yang penting bagaimana bisa sampai di dalem secepat mungkin!
Akhirnya...sampai juga di dalem gedung. Tinggal nyari kelas deh, tak kusadari aku terpisah dengan Bayu, rupanya pas lari tadi aku ga nyadar terpisah dengannya. Sendirian deh,
“mas, kelas 1.1 dimana ya?”,
“1.1 ? naik tangga, lalu cari ruang yang paling ujung,”,
“makasih mas”,
aku segera lari menaiki tangga dan akhirnya kujumpai kelasku.
Aku masuk, tiba – tiba seorang panitia menanyaiku
“dik, kelas berapa ?”,
“1.1 kak”,
“nomor siswanya berapa ?”
“0001016” jawabku sambil mengeluarkan kartu siswaku
“OK, ruangnya udah bener, cari nomor meja yang sama dengan 3 buah angka terakhir nomor siswamu ya”,
sosok panitia laki – laki bertubuh tinggi dan agak gemuk itu lantas berlalu. Aku pun segera masuk ke kelas
nomor 016, yah depan meja guru...satu bangku yang agak tak kusukai. Aku memang suka duduk di depan, tapi bukan di depan meja guru. Aku merasa ga bebas aja.
Bel berbunyi.
“yak anak baru, semuanya turun, mau upacara dulu, Muhammad Fathi Firmansyah mana ?”,
aku mengacungkan tanganku
“Ikut saya ke ruang wakasek ketemu pak Fajar”,
Baru pertama, aku udah masuk ruang wakasek, ga banget sih. Ruang guru juga adalah salah satu ruang yang tidak aku sukai selain WC selama aku sekolah di SD dan SMP. Aku merasa kaku dan ga nyaman saja berada disana.
“Pak, ini siswanya”, kata kakak kelasku, ia lantas meninggalkanku sendiri
bagus aku ditinggal sendiri di sini
kuperhatikan sekelilingku. Seorang guru berperawakan tinggi botak lagi baca koran di sofa. Sosok guru bertubuh kecil, berambut jambul, dan berkumis lebat tampak tenggelam di mejanya.
“Muhammad Fathi Firmansyah, bener?”,
seorang guru berperawakan tinggi dengan kumis tipis dan mata agak sedikit melotot menghampiriku.
Sangar juga tampangnya
“bener, pak”,
“gini Mad, oiya, kamu dipanggil Muhammad, Fathi, Firman, atau apa?”,
“fathi pak”,
“gini, nanti pas upacara ada acara simbolis penerimaan siswa baru. Nah nanti kamu sama perwakilan dari siswa baru wanita, jadi wakilnya. Berhubung kamu yang masuk ke sini dengan NEM tertinggi jadi kamu yang dipilih, sama yang perempuan juga”,
wow, awal yang bagus
“Assalamualaikum”,
sosok perempuan bertubuh pendek dengan rambut yang pendek juga masuk. 3 untaian pita di rambutnya terlihat sangat dipaksakan, dan ini bikin tampangnya agak sedikit culun. Matanya yang agak sipit melihat sekeliling ke kantor guru. Ketika dia berdiri di sampingku, aku nyaris tersenyum, bagaimana tidak, tingginya cuma sepinggangku. Emang sih aku tinggi, tinggiku sekitar 168, jauh lebih tinggi dari anak – anak sebayaku, bahkan sama tingginya dengan Pak Fajar.
“waalaykum salam, nah Diah Larasati bukan”,
perempuan bertubuh agak pendek itu mengangguk
pak Fajar lantas menjelaskan sebagaimana yang ia jelaskan padaku
kami lantas dibawa ke lapangan dan dibariskan agak terpisah, dibelakang pasukan pelaksana upacara.
Sebuah awal yang bagus bagiku, tapi entah mengapa tiba – tiba aku merasa terbebani...
Aku harus belajar giat.....
aku harus berprestasi.....
No comments:
Post a Comment