Wednesday, April 11, 2007

Membangun Integritas dan Kemandirian sebagai Kunci Kekuatan Diplomasi Luar Negeri Indonesia

Politik luar negeri kian memanas setelah PBB memutuskan mengeluarkan resolusi no 1747 kepada Iran terkait program nuklirnya. Resolusi tersebut berisi larangan atas negara atau lembaga keuangan internasional untuk memberikan bantuannya kepada negara Iran. Indonesia, sebagai anggota tidak tetap DK PBB, turut memberikan suara persetujuannya terhadap resolusi yang dijatuhkan kepada Iran tersebut. Tentu saja keputusan tidak populer ini menjadikan pemerintah kembali menjadi sasaran kritik akibat kebijakannya yang terkesan mengekor pada kemauan Amerika Serikat selaku penggagas resolusi tersebut.

Keputusan untuk setuju terhadap resolusi DK PBB tersebut menyisakan keprihatinan terhadap kebijakan politik luar negeri Indonesia yang dependent dan tidak memiliki integritas. Ketergatungan Indonesia terhadap Amerika Serikat tak bisa ditutup – tutupi lagi. Bahkan efeknya sedemikian kuat, hingga saat Pemerintah menyatakan dukungannya terhadap program nuklir Iran saat kedatangan Mahmoud Ahmadinejad ke Indonesia ditanggapi dingin oleh Amerika. Amerika terkesan monggo-monggo saja dengan kebijakan tersebut, namun pada akhirnya Indonesia sendiri malah menjilat ludah sendiri dengan mendukung resolusi yang diajukan Amerika tersebut. Tentunya selain menunjukkan dependensi terhadap amerika, juga menampilkan sikap inkonsistensi Indonesia dalam diplomasi luar negeri.

Tentunya sikap tersebut malah akan mengecilkan peran strategis Indonesia dalam percaturan politik global. Sebagai negara muslim terbesar, Indonesia harusnya memiliki bargaining position dalam memainkan pengaruh dalam diplomasi luar negeri. Pun juga sebagai negara demokratis yang telah mampu melakukan transisi demokrasinya secara sukses. Belum lagi keanggotaannya dalam Gerakan Non Blok yang diharapkan mampu menaikkan kekuatan diplomasi Indonesia.

Peran lebih karena merupakan negara muslim terbesar harus diperhatikan secara serius, karena disinilah letak strategisnya kekuatan diplomasi Indonesia. Indonesia harus mampu bermain cantik dalam percaturan politik global dengan memaksimalkan predikat negara muslim terbesar ini Jangan sampai Indonesia membuat blunder dengan bersikap ekstrem terhadap salah satu pihak yang berujung pada permusuhan dengan pihak lainnya. Perlu agenda diplomasi global yang bernafaskan semangat egaliter, penuh perdamaian, dan berasaskan keadilan. Agenda ini bukan berpihak pada kepentingan negara Barat maupun timur, tapi memihak pada kepentingan keadilan. Karena agenda ini akan menjadikan Indonesia mampu diterima oleh semua pihak yang pada akhirnya bisa menunjukkan cahaya islam yang rahmatan lil alamin. Namun, semuanya belum akan berjalan secara maksimal akibat kurangnya integritas Indonesia dalam bersikap yang dilatarbelakangi oleh belum mandirinya kita sebagai sebuah bangsa.

Membangun kemandirian

Tidak bisa dipungkiri, kemandirian menjadi salah satu kunci tumbuh besarnya sebuah bangsa menjadi bangsa yang disegani. Garis politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif secara tidak langsung menuntut kemandirian bangsa. Bagaimana mungkin garis politik tersebut bisa terimplementasi bila pengaruh asing masih berhembus kuat disetiap kebijakan luar negeri bangsa ini ?

Perlu disadari pula oleh bangsa ini bahwasanya membangun kemandirian bangsa bukan berarti mengusahakannya sendiri. Karena setiap bangsa, seperti halnya manusia, memiliki kelebihan dan kekurangannya masing – masing. Hanya karena ada sinergi dengan bangsa lain, maka suatu bangsa jadi sempurna.

Yang perlu bangsa ini lakukan adalah membangun sinergi dengan negara – negara yang memiliki persamaan baik dalam segi nasib, religi, maupun kepentingan. Amat musykil menjalin hubungan dengan negara maju yang hanya menginginkan keuntungan sesaat dalam kerja sama luar negeri. Maka dari itu, Indonesia harus memfokuskan kerjasama luar negerinya dengan negara berkembang lainnya. Diharapkan poros kerjasama Indonesia ini selain menunjang pembangunan dalam negeri juga akan menaikkan bobot diplomasi Indonesia seperti halnya yang terjadi saat Indonesia memprakarsai konferensi Asia Afrika dan Gerakan Non Blok.

Kemandirian yang harus dibangun adalah dalam aspek ekonomi dan teknologi. Kedua aspek ini adalah bagian fundamental yang menjadi faktor determinan besar kecilnya pengaruh asing terhadap kebijakan negara baik dalam maupun luar negeri. Sehingga negara yang berpotensi menunjang hal ini adalah Cina, dan India. Kedua negara ini telah mampu menunjukkan perubahan yang signifikan dalam membangun bangsanya menjadi bangsa besar yang disegani. Apalagi Cina yang tengah membangun hegemoni di kawasan Asia Tenggara. Hal ini harus dimanfaatkan dengan baik sebagai sebuah peluang transfer teknologi ke dalam negeri.

Membangun Integritas

Integritas inilah yang tengah hilang dari karakter bangsa ini. Bagaimana mungkin keputusan mendukung program nuklir Iran dalam rangka tujuan damai berubah menjadi kebijakan mendukung resolusi PBB yang notabene rancangan Amerika? Hal ini tentu saja memunculkan keprihatinan tersendiri terhadap mentalitas kita sebagai sebuah bangsa yang tidak memiliki keteguhan dalam meyakini sesuatu yang kita yakini kebenarannya.

Integritas sebuah bangsa amat dipengaruhi mentalitas para pemimpinnya. Bagaimana mungkin pemimpin yang oportunis mampu menunjukkan integritas dalam bertindak. Pun juga pemimpin yang gamang, sebab ia akan terjebak oleh keraguan dirinya sendiri. yang kita perlukan adalah seorang pemimpin layaknya Soekarno yang berani berkata “Go ti Hell with your aid”,saat amerika menawarkan jerat “bantuan” utang, sebab beliau sadar efek ketergantungan yang akan ditimbulkannya. Pun juga pemimpin seperti Ahmadinejad yang berani memperjuangkan hak bangsanya untuk mengembangkan teknologi nuklir untuk tujuan damai. Integritas keduanya layak diapresiasi lebih sebab berdasar pada niatan tulus membangun bangsanya.

Maka dari itu, pemimpin yang Indonesia butuhkan adalah pemimpin yang setiap kebijakannya menampilkan kekuatan integritasnya yang berorientasi pada kepentingan rakyat. Termasuk dalam menentukan kebijakan luar negerinya. Jangan sampai kepentingan dan pendapat rakyat terabaikan dalam diplomasi luar negeri Indonesia.

No comments: