Wednesday, December 13, 2006

“Sekolah Pendidikan Karakter”


“Ilmu dapat dipelajari oleh segala orang yang cerdas dan tajam otaknya, tetapi manusia yang berkarakter tidak diperoleh begitu saja. Pangkal segala pendidikan karakter adalah cinta akan kebenaran dan berani mengatakan salah dalam menghadapi sesuatu yang tidak benar…” (Mohammad Hatta)
Ramadhan Syahrul Tarbiyah telah datang, input Ramadhan berupa orang – orang beriman hendak diproses agar menjadi orang – orang yang bertakwa. Pada takwa ada kata melaksanakan perintah Allah dan menjauh laranganNya, artinya sebuah kemampuan menunjukkan puncak – puncaknya iman melalui amal nyata yang terlihat di keluhuran akhlaknya.
Apabila imannya belum terejawantahkan dalam akhlak takwanya, maka belum sempurna iman seseorang tersebut, seperti yang termaktub dalam hadits
“ Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya diantara mereka “ (H.R Tirmidzi dari Abu Hurairah)
Salah satu pengejawantahan iman dalam akhlak adalah cintanya kita pada kebenaran dan keberanian mengatakan salah dalam menghadapi sesuatu yang bertentangan dengan nilai – nilai kebenaran.
Bangsa ini tengah mengalami relativitas dalam memaknai kebenaran. Ada kebenaran menurut diri sendiri, menurut masyarakat, menurut hukum dan menurut agama. Poin yang terjadi di bangsa ini adalah masih ada gap dalam pemaknaannya. Kebenaran menurut diri sendiri, yang lebih layak disebut pembenaran, kental kaitannya dengan kepentingan pribadi seseorang terhadap sesuatu. Misalnya seorang artis yang rela memamerkan aurat atas nama estetika demi memperoleh penghasilan. Menurutnya hal itu benar menurutnya karena bernilai estetik, tapi bagi umat, tentunya bertanya etikanya dimana. Disini memang amat terlihat adanya penyimpangan pemikiran yang berakibat terjadinya paradoks antar nilai, dan ini terjadi karena pribadi tersebut belum memiliki dasar pemikiran yang kuat dalam memandang sesuatu hal secara menyeluruh untuk menentukan kadar kebenaran dari sesuatu hal.
Bukti lain adanya relativitas pemaknaan kebenaran adalah budaya main hakim sendiri di masyarakat. Bangsa ini telah menjadi bangsa yang barbar akibat pemahaman yang berbeda dalam menyikapi sesuatu hal tindakan kriminal sehingga diambil langkah – langkah yang cukup ’kriminal’ juga oleh masyarakat dan ini tidak dianggap salah olehnya. Apakah ini adalah buah dari pemaknaan kebenaran oleh masyarakat ?
Bangsa ini pun menjadi sedemikian permisifnya bisa jadi akibat dari pemaknaan kebenaran yang kurang tepat juga. Nilai – nilai positif bangsa tergusur oleh arus mode hasil globalisasi dan liberalisme. Lihat saja dari bagaimana kaum muda kita berpakaian dan bertingkah laku seperti budaya barat, dan itu lagi – lagi tidak dianggap salah oleh masyarakat. Bahkan tidak dianggap modern, orang – orang yang tidak mengikuti mode yang bersumber dari barat. Fenomena ini menggiring pada kenyataan bahwa kebenaran dalam masyarakat tidak selalu baik bagi masyarakat tersebut.
Kebenaran dalam masyarakat ini erat kaitannnya dengan media massa dan institusi pendidikan. Saat ini peran institusi pendidikan dalam membentuk karakter masyarakat dan menghadirkan pemahaman akan makna menyeluruh sebuah kebenaran kalah oleh pengopinian publik oleh media massa yang banyak menyajikan kebenaran rancu yang penuh kepentingan. Efisiensi institusi pendidikan masih amat rendah dalam menghasilkan individu – individu berkarakter yang memiliki visi kebangsaan, sedangkan efisiensi media massa dalam mencetak individu hedonis dan pragmatis cukup besar.
Hal yang harus diperkuat sebab hal itu merupakan inti pengendali kebenaran pribadi dan masyarakat adalah kebenaran dalam hukum dan agama. Kondisi bangsa ini adalah hukumnya masih belum independen sehingga kebenarannya bisa diperjualbelikan, dan bangsa ini kondisi kehidupannya masih penuh dengan sekularitas yang meletakkan agama sebatas tempat ibadah dalam suatu ritual. Namun, adakalanya pada momen – momen tertentu kebenaran yang hakiki mengemuka, salah satunya adalah Ramadhan.
Ramadhan tentunya menjadi saat yang strategis untuk menghadirkan kembali kecintaan pada kebenaran yang bersumber dari fitrah. Pada bulan ramadhan, syiar keagamaan begitu nyata gaungnya dan orang – orangnya pun terkondisikan untuk menerima kebenaran dan mencintainya. Masjid – masjid mulai kembali ramai dikunjungi orang yang walaupun datang untuk berbuka puasa dan sholat maghrib tentunya dan terlihat makmur dengan kegiatan islami.
Kecintaan pada kebenaran pun muncul dan dahsyatnya hal ini dibarengi dengan keberanian dalam mengatakan salah pada hal yang bertentangan dengan nilai kebenaran. Seperti ketika seorang mahasiswa yang kesehariannya ’gaul abis’ kala melihat temannya mencontek pekerjaan rumah miliknya, dia menegurnya bahwa Bulan Ramadhan tidak boleh mencontek sebab bisa merusak pahala puasa katanya. Luar biasa sekali, bahwa pangkal dari pendidikan karakter itu muncul disana, pada momentum Ramadhan ini.
Ada harapan besar akan terintegrasinya kebenaran – kebenaran individu, masyarakat, hukum dan agama ketika kedatangan Bulan Ramadhan ini. Harapan akan menyemainya benih – benih karakter cinta pada kebenaran dan keberanian mengatakan kebenaran dari terintegrasinya pemahaman tentang hakikat kebenaran itu, akan menjadi pertanda lahirnya pribadi – pribadi berkesadaran. Kelahiran pribadi – pribadi ini menjadi sebuah keniscayaan atas perubahan menuju kemajuan peradaban sebuah bangsa. Sebab bagaimana mungkin seorang individu akan melakukan perubahan sedangkan ia sendiri tidak memiliki kesadaran atas hal apa yang harus diubah.
Maka inilah individu itu, individu yang sadar akan realitas ditengah idealitas mereka. Merekalah yang akan berjuang, memperjuangkan nilai - nilai kebenaran yang diperoleh lewat kesadarannya akan realitas. Merekalah yang akan mentransformasi kebenaran masyarakat yang akan menjadi tanda lahir peradaban. Peradaban inilah yang akan melahirkan hukum yang independen, bebas dari kepentingan siapun, hukum yang tidak memihak rakyat atau penguasa, namun hukum yang memihak kebenaran
Sekali lagi, kebenaran yang mereka perjuangkan bukan kebenaran perut mereka. Namun kebenaran yang diperoleh dari akal dan hati mereka yang bersumber dari fitrah. Dan merekalah pribadi – pribadi yang akan diwisuda oleh sekolah pembentukan karakter berkurikulum langit yaitu Ramadhan. Mereka adalah orang – orang beriman yang akan melalui proses pembelajaran dan penempaan sehingga saat berakhirnya masa ajaran, akan mampu menampakkan puncak – puncak keimanan mereka melalui akhlak takwanya. Merekalah yang akan membidani persalinan peradaban baru bangsa mereka menuju peradaban yang berlandaskan nilai – nilai kebenaran hakiki, berdasarkan iman. Semoga bangsa itu adalah bangsa ini, Indonesia.

No comments: